Minggu, 28 Februari 2016

Minggu, 06 Desember 2015

Mungkin Cuma Mimpi

Whoa, minggu ini adalah minggu yang menurut gue sangat random. Seperti pikiran gue yang seringkali berubah dengan cepat, keadaan di sekeliling gue juga mengalami perubahan yang signifikan dalam waktu sekejap. Sebagai contoh, pada awal minggu ini, kabar gembira gue dapet dari temen gue tentang masalah pekerjaan. Doi bilang kalau awal tahun depan kalau bukan bulan Februari bakal ada penerimaan kerja. Eh, nggak sampe 3 hari, gue dapet info yang bertolak belakang dari orang yang sama.

Ada lagi keadaan dimana mood gue berubah secara drastis dalam waktu singkat hanya karena cerita gue tentang liburan kemaren nggak di respon sesuai dengan yang gue mau. Dimulai dari pagi hari saat gue ngebangunin pacar, tapi teleponnya nggak diangkat. Gue pikir oke, doi kayaknya masih tidur, entar deh gue coba lagi. Dua jam kemudian, gue telepon lagi justru nada sambungnya menandakan sibuk. Empat kali percobaan masih terjadi hal yang sama.

Asem, masak jam 7 udah nelpon sih? Ditelpon sama siapa? Tapi gue pikir entar deh gue tanyain kalau emang udah bangun. Setelah gue tanyain, doi bilang kalau nggak ada yang nelpon dia, hapenya di silent. Okelah, gue percaya, mungkin operator lagi ngetes kesabaran. Tapi malemnya setelah gue pulang untuk nyeritain perjalanan hari ini, eh doi malah ilang- ilangan. Agak drama sih, kan doi juga ada kerjaan selain ngechat gue. Tapi kan yah enak kalau dapet respon sesuai dengan yang elu inginkan. Ya sudahlah, karma gue kali yah kemaren-kemaren sering nyuekin orang lain kalau mau bertukar obrolan. Saking keselnya, sampe perasaan sebelum tidur itu kebawa mimpi.

Jadi seperti ini kronologisnya. Tadi subuh, (umm...gak subuh juga sih, udah jam 5 juga) setelah sholat gue tidur lagi. Nah, dalam mimpi, gue ngeliat pacar gue. Namun yang anehnya, yang gue liat itu pacar gue waktu doi awal kuliah dulu. Kan gue kenalnya pas di akhir tahun kuliah. Tapi nggak apa-apa, ini mimpi yang bagus karena bisa ketemu dia. Mungkin saking kangennya sampe seperti itu.

Rambutnya yang pendek itu berwarna lebih coklat dan dia lebih kurus daripada biasanya. Gue ajak ngobrol pun dia hanya diam dan senyum, ninggalin gue yang masih duduk di kursi panjang sambil ngeliat doi menjauh. Namun, perasaan gue nggak enak karena setiap gue ajakin jalan, doi pasti menjauh, katanya udah dianter temen. Doi nggak ngenyebut nama, tapi perasaan gue orangnya familiar banget.

Gue susulin ke tempat kostnya, eh dia bilang dia mau pergi ke rumah seniornya. Ya udah, gue tawarin buat dianter, sekalian ngumpul. Lagi lagi doi nolak, katanya udah ditungguin temen yang bakaln nganterin, dia naik angkot aja. Yaudah, karena gue tau rumah seniornya (gue juga nggak tau kenapa gue tau rumahnya, padahal doi nggak sebut nama dan gue nggak tau gue ada di kota ataupun daerah mana), gue susul lah ke sana.

Sesampainya di sana, gue liat ada sekelompok mas-mas lagi main gaple sambil minum kopi. Pacar gue belum datang bareng temennya, yaudah gue tanya lah mas-mas yang main di situ, kok belum ada kegiatan, padahal ada acara. Mas-masnya ngejawab kalau nggak ada acara kok di sini, coba tanay pacar kamu. Dengan kesal, gue ngechat pacar gue nanyain dia di mana dan...

Voilah! Gue bangun beneran! Langsung gue telpon doi. Setelah percobaan ketiga, doi ngejawab dengan suara berat yang menandakan kalau baru bangun dari tidur. Yaudah, gue coba tidur lagi, nggak ada mimpi sih, tapi chat gue dibales ketika doi benar-benar bangun.


Entahlah, mungkin cuma mimpi.

Selasa, 24 November 2015

Pohon Hati

Akhir-akhir ini gue bangun dengan perasaan yang sedikit tidak mengenakkan. Selama ini, saat subuh menjelang setidaknya ada pesan yang masuk ke hape gue, tapi udah dua hari ini nggak ada yang singgah karena doi sedang melakukan orientasi untuk pekerjaan barunya selama seminggu ini. Berbekal rasa bosan dan kangen itulah, gue nge scroll timeline dari setiap sosmed yang ada di smartphone ini.

Perbincangan yang terjadi pada tiap updatean teman-teman ini berbagai macam. Ada yang ngebahas mengenai terorisme, jualan aplikasi android, kata-kata mutiara dan quotes-quotes receh mengenai kehidupan yang pedih banget karena chat yang nggak dibalas setelah 5 menit di read doang. *ehem**bukan pengalaman pribadi**seriusan*

Akan tetapi, ada salah satu postingan yang langsung tertangkap oleh mata gue. Seolah-olah, temen gue yang tulis itu tau banget tentang hidup gue, padahal kita nggak akrab-akrab banget, kenalnya juga karena dulu main get rich. Nah, postingan itu temanya diet mayo. Alasan mata gue responnya cepat terhadap isu ini mungkin karena dua alasan.

Yang pertama, disaat orang orang seluruh dunia ini mengutuk serangan terorisme dan kekacauan di mana-mana, doi malah bahas tentang diet. Kedua, doi seolah-olah tau kalau perut gue ini udah mesti disekolahin, karena udah nggak tau diri banget. Bulan lalu dibeliin celana baru, eh sekarang udah minta yang ukurannya lebih besar dua angka. Emangnya perut itu nggak tahu apa kalau cari duit ini susah banget di jaman yang seperti ini? Mesti disekolahin perut ini.

Isi dari postingan teman gue tadi itu adalah menurut penelitian (entah penelitiannya dari mana gue juga nggak ngerti) disebutkan bahwa diet mayo itu nggak baik bagi kesehatan karena hanya mengurangi air di dalam tubuh, bukan persentase lemak. Yang artinya, apabila kita makannya normal lagi, otomatis badan makin lebar, karena tubuh ini sifatnya seperti sponge yang menyerap air yang masuk ke tubuh. Hal ini juga diperkuat bahwa fakta yang ada bahwa komposisi tubuh kita adalah 90% lebih terdiri dari air.

Nah, ada hal yang menggelitik hati gue setelah membaca postingan tadi. Bukannya kita tercipta dari tanah? Mengapa kita terdiri dari begitu banyak air? Berterima kasihlah pada toilet yang telah memberikan umat manusia berbagai macam ide ketika berada di dalamnya. Setelah sekitar 15 menit, gue berhasil menciptakan kesimpulan yang sotoy banget lah buat teori gue.

Tubuh kita ini memang adalah tanah. Tempat di mana tumbuhan bernama hati tumbuh. Kita semua tahu, bahwa tanaman amat berguna bagi kehidupan manusia dan kelangsungan bumi ini sebagai penyangga hidup umat sepanjang masa. Ada kalanya, kita sebagai manusia tidak lebih rendah dari hewan ketika menyangkut masalah alam. Tahu akan pentingnya hutan, namun membakarnya dengan dalih kehidupan yang lebih baik.

Selain menguatkan tanah dan mencegah kerusakan alam, tumbuhan memiliki fungsi utama sebagai penghasil oksigen bagi bumi. Semakin besar pohon itu, maka semakin banyak pula manfaatnya. Nggak pernah kan kita melihat pada siang yang terik tak ada orang yang berteduh di bawah pohon yang rindang. Walaupun tanpa buah, pohon yang besar dan kokoh akan bermanfaat bagi orang banyak.

Begitu juga hati kita. Hati yang kuat dapat menjadi alasan untuk tinggal. Hati yang rindang adalah alasan untuk berhenti sejenak melupakan amarah. Akan kah hati kita akan menjadi pelindung bagi orang lain? Atau kah hati kita ini hanya akan menjadi bencana karena kita tak mampu lagi menahan beban lalu menimpakan semuanya pada jalan hidup?



Senin, 12 Oktober 2015

Untuk Engkau

Untuk Engkau
Wanita yang menghirup embun subuh
Percayalah
Dia mungkin bukan seperti yang kau mau
Tapi Ia akan menjadi yang kau butuh

Untuk Engkau
Wanita yang menunggu mentari
Percayalah
Kita akan bersama lewati
Dari semua perjalanan ini

Untuk Engkau
Wanita yang bertemankan senja
Percayalah
Kita akan lewati semua
Hingga berada di ujung sana

Untuk Engkau
Wanita yang ada di bawah rembulan
Percayalah
Dia mungkin bukan yang hatimu katakan
Tapi Ia akan menjadikanmu rumah yang diimpikan


Minggu, 15 Maret 2015

Gue Emang Berhenti Ngerokok

Siang ini, kelenjar keringat gue seperti bekerja lebih keras dibandingkan hari biasa. Boleh dibilang ,air yang keluar dari badan gue bisa dipake buat ngebilas cucian yang numpuk, walaupun gue tau, kalau emang bisa seperti itu nggak ada gunanya gue nyuci…

Ditengah kekeringan yang melanda kerongkongan, dengan segala usaha melawan kemalasan, gue berangkat dengan naik motor ke minimarket. Setelah mendapatkan minuman soda dingin yang paling murah, gue ke kasir untuk ngebayar minuman dan roti yang tadi gue ambil. Nah, pas mau ngasih uang ke mbak-mbak kasir yang cakep tapi jutek, gue ngelirik bungkus rokok yang gambarnya udah aneh-aneh.

Di atas merek rokok itu, ada gambar orang yang ngerokok di samping gambar tengkorak. Ada juga yang bergambarkan paru-paru rusak dan kanker mulut. Semuanya menurut gue serem abeees. Tapi ,apa itu bakalan ngefek buat perokok? Menurut gue sih ngefek, tapi gak bakalan signifikan. Kenapa? Karena gue juga dulunya perokok berat.

Perokok tuh idenya banyak. Bungkus yang kayak gitu bisa diakalin dengan naruh rokok di kaleng besi. Perokok pun umumnya awet muda, karena belum tua udah pada mati duluan....

Awalan gue kenal rokok itu di masa-masa awal SMP. Nggak, gue belum merokok saat itu. Tapi temen-temen gue umumnya udah pada jago ngerokok. Toilet udah jadi tempat temen segank buat adu jago ngebentuk asap rokok. Mulai dari asap keluar dari telinga, bentuk huruf O besar, sampai adu kuat nelan asap rokok.

Sampai lulus dari SMA, gue sukses untuk nggak merokok. Tapi bener kata orang-orang, kuliah emang ngerubah semuanya. Selama 2 tahun gue jadi perokok yang. Sehari bisa minimal sebungkus, bisa lebih kalau ngumpul bareng temen dan ditemani kopi yang pas.

Semuanya enak sampai gue nyoba olahraga lagi…

Baru lari dua kali keliling lapangan bola, napas gue udah kayak terpisah dari paru-paru gue. Sekarang, setelah hampir setahun berhenti ngerokok, gue  ngerasain berbagai manfaat. Selain itu, banyak faktor gue yang buat gue berhenti ngerokok :

1.   Patah hati
Orang bilang, cinta mengalahkan segalanya. Itu mungkin berlaku buat yang lain, tapi nggak buat gue. Diputus cinta ternyata memberi gue kesempatan untuk intropeksi diri, kenapa gue dijauhin. Salah satu alasan doi adalah, doi udah dapat gebetan yang jauh lebih religius dan nggak ngerokok.
Lah, gue dongkol banget dong. Tapi, gue juga sadar, gue mesti berubah. Bukan jadi satria baja hitam kayak Kotaro Minami sambil bawa motor RX king yang lagi ngebawa keranjang sayuran, tapi gue mesti berubah seperti dulu, orang tanpa asap rokok

2.   Mau hidup sehat
    Selama yang gue ingat, waktu gue ngerokok itu dimulai saat gue kerja di warkop. Siklus tidur udah kayak kalelawar aja. Makan pagi waktu siang hari, makan siang di malam hari, dan makan malam di pagi hari. (heeh?)
  Setiap malam, gue pasti makan yang namanya palubasa. Bukan, ini bukan sop martil, tapi makanan yang mirip coto makassar, tapi dengan serundeng dan rempah lain. Pokoknya enak deh,badan gue membengkak dengan indahnya. Diimbangi dengan males olahraga tingkat profesional, semakin lengkaplah faktor yang bisa bikin gue jantung koroner pada usia muda.
   Setelah gue nggak ngerokok lagi, napas gue berasa balik lagi seperti jaman SMA dulu. Paling nggak, gue bisa ngurangin berat badan gue secara signifikan karena gue nggak perlu olahraga sambil gendong tabung elpiji 3 kg sebagai alat bantu pernapasan.

3.   Ingat Masa Depan
   Nah, ini yang paling ampuh buat gue. Riwayat penyakit orang tua gue cukup beragam. Bapak gue mengidap penyakit diabetes dan Mama gue mengidap penyakit hipertensi. Keduanya mewarisi penyakit tersebut dari kakek dan nenek gue.
   Otomatis, sebagai anak, gue dan saudara-saudara gue memiliki peluang yang cukup besar untuk mewarisi penyakit mereka. Apalagi kedua kakek gue dan Bapak gue itu perokok berat, dan itu memberi gambaran yang jelas bagaimana jadinya kalau gue melanjutkan jadi perokok.
   Diakhir kehidupan mereka, yang ada adalah penyakit mereka makin parah akibat rokok. Akan tetapi, tak ada masalah berarti pada paru-paru mereka yang notabene setiap hari dipenuhi oleh asap rokok. Ini menguatkan pendapat gue kalau rokok itu sebenarnya nggak nyiptain penyakit, tapi memperkuat penyakit yang ada. CMIIW.
    Dengan kemungkinan untuk mewarisi penyakit yang cukup banyak, gue mutusin untuk berhenti secara total dari namanya kehidupan dengan rokok. Kalau teman-temanmu menjauhi karena nggak merokok lagi, tinggalkan mereka. Karena teman yang baik adalah dia yang menghargai keputusan temannya.

Nah, itu tadi pengalaman gue dalam usaha untuk berhenti merokok. Insha Allah, jalan gue masih panjang. Karena itu, gue nulis ini untuk mengajak kita semua untuk hidup lebih baik dan sebagai pengingat buat gue. Siapa tau, gue mau ngerokok lagi, gue jadi malu karena mengajak orang lain tapi justru kembali jatuh ke lubang yang sama.

Semoga sukses untuk berhenti merokok.:)


Senin, 15 Desember 2014

Satu

Berat badanku sekitar 74 kg. Dengan tinggi cuma 172 cm,  mestinya beratku turun sekitar 4 kilo lagi supaya ideal. Aku juga punya rambut yang kadang-kadang lurus, terkadang juga ikal, tergantung saat itu ngerapihinnya pake sisir atau tangan. Kulitku warnanya nggak gelap-gelap amat.  Tapi, cukup sampai di situ gambaran tentang diriku,  karena tulisan ini bukan tentang aku, bukan juga tentang dia.

Tulisan ini tentang kamu…

Kamu tuh unik banget, bisa membuatku jatuh cinta dan patah hati di saat yang sama. Saat di sisi kamu, walaupun kita tak saling berbicara seperti saat ini, aku merasa hati ini terisi oleh manisnya senyum dan indahnya tatapanmu. Suaramu, bagai  musik indah yang terus mengalun mengisi relung pendengaranku.


Di sisi lain, hanya beberapa saat setelah kau tak disampingku, hati ini hancur lebih parah dibanding sebelumnya. Luka yang tercipta pada dada ini seperti tersiram air laut. Namun, memang seperti itulah adanya. Hanya melihatmu, walau secara tidak langsung ataupun dari jauh, membuat hatiku tenang. Pesonamu tak pernah hilang.

Sebelum aku menulis tentang kamu, aku harus menulis tentang mereka terlebih dahulu. Karena merekalah yang menyebabkan luka, tetapi bisa kau sembuhkan secara ajaib.
-----
Bagi kebanyakan orang, SMA adalah masa yang paling rumit. Di masa itu banyak yang memulai kehidupan berorganisasi, kenakalan, hingga percintaannya. Tapi hal itu tak berlaku untukku. Mungkin masaku terlalu cepat karena menurutku semua hal ku mulai dari SMP. Pelajaran yang paling penting dari saat-saat tersebut adalah beradaptasi.

Dalam memilih SMP, orang tua kita umumnya mempertimbangkan masalah jarak tempuh dari rumah dan biaya pendidikan. Mungkin orang tuaku tidak mau mengulang kesalahan saat memilih SD untukku. Sebab, waktu itu sekolahku berada di tengah kota, sedangkan rumahku berada di pinggiran kota. Waktuku tersita pada perjalanan sehingga hampir tak ada waktu untuk bermain bersama tetangga. Di saat tetanggaku sudah pulang sekolah, Aku masih di perjalanan pulang.Ketika aku telah sampai, justru mereka yang istirahat.

Pada saat menjadi siswa SD, prestasiku lumayan keren lah. Hal ini lah yang membuatku agak kecewa ketika tidak masuk SMP impianku. Mulai dari mewakili sekola pada lomba sains tingkat kota, lomba matematika tingkat provinsi, sampai lomba sepakbola semuanya ku lakukan. Dan asiknya, semuanya sukses. Tapi semua tak berjalan dengan baik ketika akan memilih SMP.

Awalnya, aku ingin masuk ke SMP 6. Sekolah ini adalah jaminan mutu untuk keberhasilan. Alumni dari sekolah ini banyak yang menjadi tokoh nasional. Alasan lain yang membuat ku ingin masuk ke sekolah ini adalah kelas akselerasi. Saat itu aku yakin akan lolos seleksi kelas tersebut. Kemauan itu muncul setelah ada motivasi dari wali kelasku bahwa untuk sukses, aku harus fokus. Kelas itu mungkin akan membantuku untuk menjadi lebih baik, ujar beliau.

Rencana tinggallah rencana saat mamaku mendaftarkan ke SMP 8. Pada mulanya, aku sama sekali tak tahu reputasi sekolah ini. Yang aku tahu hanyalah sekolah ini dekat dari sekolah tempat mamaku mengajar. Yah, mungkin saja sekolah ini akan membantuku untuk lebih baik lagi.


Minggu, 12 Oktober 2014

Semua Ada Saatnya

Sabtu kemaren rumah gue ramee banget. Temen gue, Nuni, bikin acara syukuran untuk ngerayain resminya doi jadi PNS. Gue sih seneng banget, doi udah gue anggap saudara sendiri. Maklum, kita udah bareng dari jaman kelas X SMA. Selain itu, perjuangannya buat dapet kerja tuh bisa dibilang sebelas duabelas lah dengan gue. Dari awalnya mau masuk ke kedokteran sekarang jadinya pegawai kantor pajak.

Di acara kemaren, gue kirain kalau kita bakalan ngadain di luar, bukan di rumah gue, kan lumayan kalau gue di traktir nonton sekalian makan, mumpung banyak film bagus dan dompet gue udah setipis dressnya Jupe. Eh, ternyata Nuni udah bawain makanan ke rumah. Gagal lah usaha  gue untuk menerapkan ilmu ekonomi yang baru aja gue pelajari, yakni mendapatkan laba sebesar-besarnya dengan usaha yang sekecil-kecilnya.

Nah, karena gue udah ngerasa kalau keluar rumah sebagai salah satu alasan gue untuk mandi pagi nggak terwujud, jadi gue lanjutin main game setelah bantuin untuk nyiapin acara. Sampai disini, perasaan gue masih enak aja. Sampai akhirnya gue sadar, kalau gue nggak bisa bawa mobil.

Lah? Hubungannya acara dengan bawa mobil apaan?






Ya jelas berasa banget lah. Dari 9 orang yang ada, cuma 3 orang aja yang nggak bawa mobil. Setelah itu, gue sadar, nantinya gue mesti kerja keras. Bukan untuk beli mobil, tapi untuk ngeimbangin diri gue buat teman-teman. Maksud gue, teman-teman udah berusaha untuk ngegapai mimpi mereka dengan usaha sendiri, jadi gue juga mesti berusaha untuk setidaknya sama dengan mereka.




Di acara ini juga ada kejutan, bukan buat Nuni, tapi buat gue. Nantilah gue certain lagi…